Oleh: Si Pincang
Category ILMU HIKMAH
02 Rabiul Akhir 1434H
14 February 2013
09:46

Perhatikan Pertanyaan-pertanyaan dibawah ini, pertanyaan yang sajak kecil sudah ada dalam pikiran penulis.

Butuh waktu lama untuk menemukan jawaban yang masuk akal dari pertanyaan dibawah ini bahkan sempat pula masuk ke pesantren dan menanyai beberapa ulama tapi tidak juga mendapati jawaban yang masuk akal dan memuaskan.

Beberapa pertanyaan yang dahulu sering muncul dalam diri penulis adalah :

1. Menurut pemahaman sebagian ulama Islam, surga dan neraka adalah kekekalan abadi setelah kita mati. Yang bertempat di neraka adalah mereka yang berbuat kejahatan dan yang menempati surga adalah mereka yang berbuat kebajikan. Nah apakah masuk akal jika kehidupan di bumi yang sangat singkat ini merupakan persiapan yang cukup untuk memasuki alam siksa abadi atau alam kesenangan abadi?

Jika kehidupan yang singkat ini demikian menentukan untuk menuju alam abadi mengapa ada manusia yang hidup hanya beberapa minggu setelah dilahirkan dan mengapa manusia yang lain hidup sampai hampir 100 tahun? Disini kita akan mendapati orang yang berumur panjang akan memiliki resiko mendapat alam siksa abadi di banding manusia yang lahir sebentar lalu meninggal. Lah enak sekali menjadi bayi kemudian meninggal dunia dan masuk alam surga abadi. Padahal bayi tersebut tidak mengalami kesulitan/godaan hidup layaknya orang dewasa karena tidak sempat

mengembangkan dirinya. Dimana keadilan Tuhan jika ia membiarkan seseorang hidup hanya beberapa saat kemudian memasukan ke alam kebahagiaan abadi tapi dilain pihak Tuhan membiarkan seseorang hidup cukup lama kemudian mencampakannya ke alam kesengsaraan abadi? Silahkan anda renungkan dengan hati yang jernih.

2. Berdasarkan pendapat kebanyakan ulama, orang yang beragama Islam masuk surga dan yang beragama non Islam masuk neraka selamanya. Pertanyaannya kemudian adalah bagaimana dengan nasib orang yang lahir dalam keluarga non muslim? Atau bagaimana mereka yang hidup di suatu tempat dimana agama Islam tidak dikenal sama sekali? Sungguh beruntung manusia yang lahir dalam keluarga muslim dan sungguh celaka mereka yang lahir dalam keluarga non muslim atau hidup di daerah yang tidak mengenal agama Islam.

Pernahkan kita memikirkan bagaimana jika kita terlahir dalam keluarga non muslim? Saya yakin tidak banyak dari kita yang memikirkan hal ini atau mungkin lebih tepatnya tidak peduli!. “Ah saya kan sudah beragama Islam sejak lahir, masa bodoh dengan agama orang lain. Biarkan saja mereka masuk neraka, toh itu sudah takdir Tuhan, yang penting kan saya masuk surga”. Weleh..weleh.. kalau kita sudah tidak memiliki empati terhadap penderitaan orang lain berarti diri kita masih terkurung oleh ego, suatu penyakit hati yang harusnya dilenyapkan!

Lalu dimana keadilan Tuhan jika surga/neraka didapat berdasarkan kepemelukan agama tertentu? Tentulah tidak mudah menentukan keyakinan akan kebenaran suatu agama. Bagi yang lahir muslim tentu akan meyakini Islam adalah agama yang paling benar dan yang lain sesat. Begitu juga jika lahir dalam keluarga non muslim tentu akan meyakini agamanya yang paling benar dan lainnya sesat. Tidak mengherankan banyak orang yang pusing memilih agama dan akhirnya netral dan tidak memilih agama apapun namun tetap percaya keberadaan Tuhan Yang Maha Esa.

3. Pertanyaan lainnya : mengapa di dunia ini ada orang yang kaya dan yang lain miskin tertindas? Mengapa si A dilahirkan ditengah keluarga yang makmur sedangkan si B lahir dalam keluarga yang miskin? Mengapa bukan si B yang lahir dalam keluarga kaya raya sedangkan si A lahir dalam keluarga miskin? Mengapa si C lahir dalam keadaan cantik dan si D buruk rupa? Mengapa si E lahir dalam keadaan jenius sedangkan si F bodoh atau bahkan terbelakang mental? Mengapa si G lahir dalam keadaan cacat sedangkan si H lahir dalam kondisi sehat tanpa kurang suatu apapun? Mengapa si J seringkali berusaha dengan keras namun gagal terus menerus sedangkan si K tanpa bersusah payah malah dapat mencapai keberhasilan ?


4. Lalu apa jawaban kita terhadap kelahiran manusia-manusia istimewa atau anak indigo berikut ini :
Mozart, musisi jenius yang mampu menggubah lagu dalam usia 6 tahun.
Beethoven musisi jenius yang memukai publik dalam usia 7 tahun.
Bentham, dalam usia 4 tahun mampu membaca dan menulis dalam bahasa Latin dan Yunani.
Voltaire, mampu menceritakan dongeng Fontaine ketika berusia 3 tahun.
Christian Heinecken yang mampu berbicara beberapa jam setelah kelahirannya, menguraikan isi Al Kitab pada umur setahun, menjawab pertanyaan geografi dalam usia dua tahun, bicara dalam bahasa perancis dan latin dalam usia ke tiga dan menjadi pelajar filsafat dalam usia 4 tahun.
William James Sidis, mampu membaca, menulis dan bicara dalam bahasa Perancis, Rusia, Inggris dan Jerman dalam usia 2 tahun.
Ferruco Burco, bocah Italia yang mampu memimpin orkestra simfoni dalam usia empat tahun.
Giancella de Marco, gadis Italia yang memimpin London Philharmonic Orchestra pada usia delapan tahun.
Thomas Macaulay, mampu berbicara layaknya orang dewasa saat masih berusia setengah tahun. Menjadi penulis sejarah pada usia tujuh tahun.

Menarik sekali kehidupan anak-anak indigo tersebut, dan hampir ditiap negara selalu lahir bocah-bocah jenius dan uniknya sebagian besar mereka berasal dari orang tua yang sama sekali tidak memiliki keahlian apapun. Nah, ada rahasia apa dibalik semua ini? Mengapa nuansa kehidupan diatas terjadi didunia? Kalau kita pahami secara awam jelaslah bahwa terjadi diskriminasi atau ketidakadilan diantara sesama manusia. Di satu sisi, Tuhan nampaknya menciptakan manusia-manusia yang beruntung namun di lain sisi Tuhan menciptakan manusia yang kurang beruntung.

Nah, apa jawaban kita terhadap berbagai pertanyaan diatas? “ah… itu kan sudah takdir Tuhan… sampeyan tidak boleh menggugat Tuhan dong….bukankah takdir baik dan buruk sudah ditentukan sendiri oleh Tuhan dan harus diterima manusia dengan pasrah”.

Ya..ya..ya inilah jawaban kebanyakan orang terhadap pertanyaan diatas yaitu sudah menjadi takdir atau kehendak Tuhan. Segala sesuatu yang menimpa manusia adalah takdir dari Tuhan yang harus diterima manusia. Sejujurnya saya katakan, jawaban ini sangat tidak memuaskan dan tidak masuk akal karena seakan-akan Tuhan itu pilih kasih dengan menguntungkan sebagian manusia dan menzalimi sebagian manusia lain. Padahal di Al Quran telah dijelaskan bahwa Tuhan sama sekali tidak menzalimi manusia. Simak ayat berikut :

Yang demikian itu disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri. Sesungguhnya Allah sekali-kali tidak menganiaya hamba-Nya. (Q.S Al Anfaal 8:35)

Sesungguhnya Allah tidak berbuat zalim kepada manusia sedikitpun akan tetapi manusia itulah yang berbuat zalim kepada diri mereka sendiri.
(Q.S Yunus (10) : 44)

Barang siapa yang kafir maka dia sendirilah yang menanggung (akibat) kekafirannya itu dan barangsiapa yang beramal saleh maka dia telah mempersiapkan diri buah dari amal salehnya itu. (Q.S Ar Ruum (30) : 44)

Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah perbuatan tanganmu sendiri dan Allah memaafkan sebagian besar (kesalahanmu). Dan kamu tidak dapat menghindar (dari azab Allah) di muka bumi. (Q.S Asy Syuura (42) : 30-31)

Barangsiapa yang mengerjakan amal yang saleh maka itu adalah itu adalah untuk dirinya sendiri dan barangsiapa mengerjakan kejahatan maka itu akan menimpa dirinya sendiri, kemudian kepada Tuhanmulah kamu dikembalikan. (Q.S Al Jaatsyiah (45) : 15)

Lima ayat diatas dengan sangat jelas menerangkan bahwa segala sesuatu yang menimpa manusia adalah akibat perbuatan manusia itu sendiri sehingga jawaban “Takdir (kehendak) Tuhan” adalah jawaban yang tidak tepat. Jawaban ini jelas telah mengkambing-hitamkan Tuhan dengan mengatakan bahwa itu adalah perbuatan Tuhan, padahal Tuhan sama sekali tidak menzalimi atau merugikan manusia.

Tuhan hanyalah menjalankan roda hukum alam yang telah ditetapkan-Nya. Sedangkan manusia itu sendiri adalah bagian dari hukum alam yang telah ditetapkan Tuhan. Karena hukum alam berjalan di bawah kehendak Tuhan, maka seakan-akan segala sesuatu yang menimpa manusia adalah atas kehendak Tuhan semata.

Sayang sekali, dalam berbagai terjemahan Qur'an, kata man yasya’ diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia “Allah menghendaki”. Tentu saja terjemahan demikian melanggar pernyataan bahwa Allah tidak merugikan manusia sedikit pun. Terjemahan yang seharusnya lebih tepat adalah “Allah menghendaki kepada manusia yang berkehendak kepada-Nya”. Jika manusia ingin sesat maka akan dibiarkannya sesat dan jika menginginkan petunjuk-Nya maka akan diberinya petunjuk. Dengan kata lain, Allah memberikan petunjuk kepada manusia yang menghendaki petunjuk-Nya. Hal ini dikuatkan pula oleh sebuah Hadist :

Dari Abu Zar. r.a, Nabi bersabda : Allah berkata kepadaku, Wahai hamba-Ku, Aku (Allah) haramkan atas diriku berbuat aniaya, begitu pula antara sesamamu. Wahai hamba-Ku, semua kamu sesat kecuali orang yang dapat petunjuk dari-Ku,

maka mintalah petunjuk kepada-Ku niscaya Aku beri petunjuk. (H.R Muslim)

Dari berbagai fakta dan penjelasan yang telah disampaikan diatas, adakah jawaban yang masuk akal? Silakan direnungkan dulu. Jika diijinkan Insaya Alloh akan kami ulas sedikit demi sedikit.

Post a Comment